Yesus Mengasihi Mu
POSTED ON 28 September 2010 AT Selasa, September 28, 2010 \\



Pada setiap Minggu siang, yaitu sesudah ibadah pagi berakhir, Pak Pendeta dengan anak laki-lakinya yang berumur 11 tahun selalu pergi ke kota untuk membagikan traktat. Namun pada hari Minggu siang itu udara di luar terasa sangat dingin karena hujan telah menyirami bumi sejak pagi. Ketika saat untuk membagikan traktat tiba, anak laki-laki itu mulai bersiap-siap mengenakan baju hangatnya dan berkata, 

"Aku sudah siap, Pa!" 
"Siap untuk apa?" Pendeta itu menjawab. 
"Pa, bukankah ini waktu bagi kita untuk membagikan traktat-traktat ini?". Pendeta itu menjawab, 
"Nak... di luar udara sangat dingin dan hujan masih turun." 
Anak itu memandang papanya dengan penuh keheranan, 
"Tapi Pa, meskipun hujan turun, bukankah masih ada banyak orang yang belum mengenal Yesus dan mereka nanti akan masuk neraka?" 
Pendeta itu menjawab, "Tapi nak... aku tidak ingin pergi dalam cuaca seperti ini." 
Dengan sedih anak itu memohon, "Pa... aku harus pergi, boleh, kan?" 
Pendeta itu ragu-ragu sejenak lalu berkata, "Kamu tetap ingin pergi? Kalau begitu, ini traktat-traktatnya dan hati-hatilah di jalan, ya." 
"Terima kasih, Pa!!!" Lalu anak itu bergegas meninggalkan rumah dan pergi menembus hujan dan udara luar yang sangat dingin. 

Anak laki-laki berusia sebelas tahun ini berjalan di sepanjang jalan- jalan kota sambil membagi-bagikan traktat Injil dari rumah ke rumah. Setiap orang yang ditemuinya di jalan diberinya traktat. Sesudah 2jam berjalan di tengah-tengah hujan, anak ini menggigil kedinginan tapi masih ada satu traktat Injil terakhir yang masih di tangannya. Lalu ia berhenti di suatu sudut jalan dan mencari seseorang yang dapat diberinya traktat, tapi jalanan itu sudah sepi sama sekali. Lalu ia menuju ke rumah pertama yang dilihatnya di ujung jalan itu Ia berjalan mendekati pintu depan rumah itu dan membunyikan bel. 

Setelah ia memencet bel, tidak ada jawaban dari dalam. Lalu ia memencet bel lagi dan lagi, tapi tetap tidak ada jawaban. Ditunggunya lagi beberapa waktu, namun masih saja tidak ada jawaban. Akhirnya, anak laki-laki ini memutuskan untuk pergi, tapi ada sesuatu yang mencegah keinginannya untuk pergi, maka sekali lagi, dia menuju 
pintu, memencet bel dan mengetuk pintu keras-keras dengan tangannya. Ia menunggu, ada perasaan kuat yang membuatnya tetap ingin menunggu di depan rumah itu. Dia memencet bel lagi, dan kali ini pintu itu perlahan-lahan dibuka. 

Nampak seorang wanita yang berwajah sedih berdiri di depan pintu. Wanita itu dengan pelan bertanya, 
"Ada apa, nak? Apa yang dapat kulakukan untukmu?" Dengan mata bersinar-sinar dan tersenyum, anak laki-laki ini berkata, "Ibu, maafkan aku karena mengganggumu, tapi aku hanya ingin mengatakan bahwa Yesus sungguh-sungguh mengasihimu, dan aku datang ke rumah ini untuk memberikan traktat Injil terakhir yang aku miliki. 
Traktat Injil ini akan menolong Ibu untuk dapat mengetahui segala sesuatu tentang Yesus dan Kasih-Nya yang besar." 

Anak itu memberikan traktat terakhirnya kepada wanita itu dan ia segera pergi. Saat beranjak pergi, wanita itu berkata, "Terima kasih, Nak! Tuhan memberkatimu!" 

Hari Minggu berikutnya, Pak Pendeta, papa dari anak laki-laki tadi, berdiri di balik mimbar dan memulai ibadahnya dengan pertanyaan, "Adakah di antara jemaat yang ingin memberikan kesaksian atau ingin membagikan sesuatu?" 

Di barisan kursi paling belakang, seorang wanita terlihat perlahan-lahan berdiri. Saat ia mulai bicara, nampak wajahnya berseri-seri dan ia berkata, "Tidak satupun di antara anda yang mengenal aku. Aku belum pernah 
ke gereja ini sebelumnya. Anda perlu ketahui, hari Minggu yang lulu aku bukanlah seorang Kristen. Suamiku telah meninggal beberapa waktu yang lalu dan meninggalkan aku sendiri di dunia ini." 

"Hari Minggu yang lalu," lanjut wanita itu, "dinginnya hatiku melebihi dinginnya cuaca dan hujan di luar rumah. Aku berpikir aku tidak kuat dan tidak sanggup lagi untuk hidup. Lalu aku mengambil tali dan sebuah kursi, kemudian naik tangga menuju ke loteng rumah. Aku mengencangkan ikatan tali kuat-kuat di palang kayu penopang atap,lalu berdiri di kursi dan mengikatkan ujung tali yang lain di leherku. Aku berdiri di kursi itu dengan hati yang hancur. Saat aku hendak menendang kursi itu, tiba-tiba bel rumahku berbunyi nyaring." 

"Aku menunggu beberapa saat sambil bertanya dalam hati, 'siapakah yang membunyikan bel itu?'. Aku menunggu lagi, karena bel itu berkali-kali berbunyi dan semakin lama kedengarannya semakin nyaring, apalagi ketika terdengar ketokan pintu. 'Siapa yang melakukan hal ini?' tanyaku dalam hati, 'Tak ada orang yang pernah membunyikan bel rumah dan mengunjungiku'. Lalu aku mengendorkan ikatan di leherku dan bel yang berbunyi mengiringi langkahku menuju pintu depan di lantai bawah." 
"Ketika kubuka pintu, aku hampir tidak percaya dengan apa yang aku lihat, karena di teras rumahku berdiri seorang anak anak laki-laki yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Wajahnya berseri-seri seperti malaikat dan senyumnya... oh aku tidak dapat menggambarkannya pada anda! Dan perkataan yang diucapkannya sungguh menyentuh hatiku yang telah lama beku, 'Ibu, aku hanya ingin mengatakan bahwa Yesus sungguh-sungguh mengasihimu.' Lalu dia memberiku traktat Injil yang saat ini kupegang." 
"Saat malaikat kecil itu menghilang dari rumahku, menembus dingin udara dan hujan, aku menutup pintu dan membaca setiap kata dalam traktat Injil ini. Aku kembali ke loteng untuk mengambil tali dan kursi yang akan kupakai untuk bunuh diri, karena aku sudah tidak membutuhkannya lagi. Anda lihat, sekarang aku seorang Anak Raja yang bahagia dan karena ada alamat gereja ini di bagian belakang traktat, maka aku datang ke tempat ini untuk mengucapkan terima kasih pada malaikat kecil yang datang tepat pada waktu aku membutuhkannya. Tindakannya itu telah menyelamatkan jiwaku dari hukuman neraka yang kekal." 

Seluruh jemaat di gereja itu meneteskan air mata. Seiring dengan pujian syukur yang dinaikkan untuk memuliakan Raja, yang bergema di setiap sudut bangunan gereja, Pak Pendeta turun dari mimbar dan pergi menuju ke bangku di barisan depan, tempat dimana "malaikat kecil" itu duduk. Pak Pendeta itu menangis tak tertahankan dalam pelukan anaknya. 




Terjemahan dari: JESUS REALLY DOES LOVE YOU 

Senang dan Tidak Senang
POSTED ON 26 September 2010 AT Minggu, September 26, 2010 \\
Sudah sekian lama gw ga ngepost lagi.
Sekarang gw sudah mulai kuliah, ternyata kuliah itu ada enaknya dan ga enaknya.
Hari pertama gw kuliah rasanya cape banget, pergi pagi-pagi buta dan pulang malem-malem buta.
Rasanya gw cape banget, pegel gara-gara kebanyakan duduk dan itupun istirahatnya sekitar jam duabelas siang, karena udah terbiasa istirahatnya jam sembilan pagi jadi cepet lapernya.
Dilihat dari dosennya ada yang cukup ekstrim dan biasa-biasa aja sih.
Di hari pertama, sebenernya gw berharap ga akan bertemu dengan masa lalu gw. Kalau ketemu juga gapapa sihh, tapi gw berharap tidak, dan itupun tidak bertemu sesuai dengan harapan gw, dan gw berdoa ga akan ketemu di hari-hari berikutnya. tapi kenyataannya dihari kedua dan hari ketiga gw ketemu, gw rada sedih kalau liat dia. Semuanya harus dihadapi dengan senyuman, ga akan jadi cengeng dehh.:))




-venus-

Spongebob Squarepants Characters
POSTED ON 15 September 2010 AT Rabu, September 15, 2010 \\

SpongeBob

SpongeBob is a sea sponge who lives with his pet snail, Gary, in a fully furnished, two bedroom...pineapple. SpongeBob's dream in life is to be the ocean's ultimate fry cook, and thanks to his job flipping Krabby Patties at the Krusty Krab, he lives that dream every day. 

SpongeBob is as optimistic and earnest as a sea-dwelling sponge gets, but he can't seem to avoid getting himself, and usually everyone else around him, into trouble. While trying too hard, he tends to do things wrong...really wrong...which usually spells disaster. But SpongeBob's always looking on the bright side of life, and his enthusiasm about just about everything makes him downright irresistible.








Patrick Star

Patrick is SpongeBob's neighbor and best friend, and his great ambition in life can be summed up in four words: "Uh...I...uh...forget." As SpongeBob's closest pal, Patrick is always offering his advice and encouragement.

Unfortunately, Patrick's not exactly the brightest sea star in the sea (if you catch our drift), and he usually ends up helping SpongeBob into a heap of trouble. Even their simplest plans end in disaster. But for better or worse, Patrick will always be SpongeBob's loyal buddy.













Squidward Tentacles 

Squidward is a mean, whiny, stick-in-the-mud squid who thinks he's better than everyone else. Just about everything annoys him. The Krusty Krab annoys him. The customers annoy him. Mr. Krabs annoys him. But most of all, SpongeBob annoys him, almost 24 hours a day.

Besides working side by side with SpongeBob at the Krusty Krab, Squidward is SpongeBob's next-door neighbor. If it weren't for the fact that SpongeBob is the only one who likes listening to his clarinet playing, Squidward would have nothing to do with him. SpongeBob, on the other hand, thinks the two of them are the lunch shift dream team.









Plankton 

Mr. Krabs's arch-rival Plankton is a little guy with a major attitude. The owner of rival restaurant The Chum Bucket, Plankton's always cooking up dastardly schemes to steal the Krusty Krab's secrect Krabby Patty recipe and its customers. If he succeeded, they'd be the first customers he ever had!

























Mr. Krabs 

Mr. Krabs is SpongeBob's boss and the owner of The Krusty Krab. Making money is what it's all about for Mr. Krabs, and he can usually be found in his office counting his cash and adding up the day's receipts.

Although SpongeBob gets on his nerves, Mr. Krabs likes that he's willing to work long hours for little pay, and sometimes acts like his mentor.
Mr. Krabs hates his fast food rival Plankton, the owner of The Chum Bucket, but not as much as Plankton hates him. The only thing that has more control over Mr. Krabs than money is his teenage daughter, Pearl.







Sandy Cheeks 

Sandy is a tree-dome-dwelling squirrel who lives for action and adventure. Having attempted just about every death-defying stunt under the ocean, she's accepted the ultimate challenge: Living underneath it in an oxygen-filled dome. 























Gary 

SpongeBob's loyal pet may not move so fast. He may leave a trail of slime everywhere he goes. He may not be so good at catching frisbees or fetching slippers. But Gary's the best darn pet an invertebrate sea sponge with square pants could possibly ask for, and that's all that matters. Meow.





































Copyright @ google.